Kalau ditanya permainan masa kecil yang aku suka banyak sekali. Mulai dari mainan bongkar pasang, main layang-layang, main kelereng, dakon, petak umpet, gobag sodor, engklek, ular-ularan, lompat tali, dam-daman, egrang, gasing, kasti, benteng-bentengan, bola bekel, dan mungkin masih banyak mainan lainnya yang belum aku sebutin.
Sebagian dari permainan tersebut sudah pernah aku coba dan mainkan bersama teman-teman semasa kecilku dulu. Pulang sekolah bukannya makan, ngerjain tugas/belajar, atau tidur siang yang aku lakukan melainkan lari menuju kerumunan teman-teman di bawah pohon mangga yang dijadikan markas anak-anak kampung berkumpul dan bermain.
Kadang karena langsung bermain sehabis pulang sekolah aku kena hukuman dan amarah dari ibuku. Hukuman dan amarah tersebut karena aku meninggalkan sekolah soreku (Sekolah Madrasah) hanya demi bermain bersama teman-teman. Biasanya ibuku memberi hukuman dengan cara tidak memberiku uang jajan atau dengan belajar seharian esok harinya. Ah… Ibu, aku merindukan masa-masa itu. Masa-masa ketika Ibu mencariku dan mengomeliku karena aku sampai lupa belajar, waktu untuk sekolah Madrasah dan memilih bermain di bawah pohon mangga bersama teman-temanku seharian penuh.
Ternyata mengingat masa lalu itu indah sekali dengan banyaknya permainan yang kadang aku berpikir apakah nantinya anak-anakku atau anak lainnya dizaman modern seperti sekarang bisa menikmati permainan yang pernah orangtuanya mainkan di masanya.
Permainan-permainan yang aku mainkan bersama teman-teman di daerahku adalah permainan musiman, entah mengapa permainan ada musimnya juga dan sampai sekarang aku belum menemukan jawabannya. Tapi menurutku mungkin permainan musiman itu karena anak-anak sudah bosan dengan permainan yang mereka mainkan selama beberapa waktu dan mereka butuh permainan baru.
Misalnya permainan bongkar pasang yang hanya beberapa bulan dimainkan oleh anak perempuan kemudian musim selanjutnya adalah permainan kelereng, untuk musim layang-layang biasanya saat musim kemarau dimana angin berhembus lumayan kencang yang bisa menerbangkan layang-layang tersebut.
Sumber gambar (http://alkautsaroh.blog.upi.edu/2015/10/09/permainan-tradisional-petak-umpet/)
Dari banyaknya permainan itu, aku paling suka mainan petak umpet. Untuk bermain petak umpet ini dibutuhkan minimal 2-3 anak. Dengan melakukan suite atau hompimpa/gambreng nantinya anak yang ditentukan kalah harus mencari teman yang lain. Sebelumnya si anak ini harus menutup ke dua matanya di salah satu tiang atau pohon yang dijadikan benteng. Sambil menutup mata di benteng tersebut dan menghitungnya (biasanya menghitung 1 sampai 10) teman yang lain (yang menang) harus bersembunyi dan mencari tempat persembunyian yang aman agar tidak mudah ditemukan. Setelah hitungan 1 sampai 10 selesai maka anak yang menutup matanya akan mencari teman-temannya yang bersembunyi. Jika salah satu teman yang bersembunyi ditemukan oleh teman yang bagian mencarinya, maka teman yang bagian mencari ini akan menyebutkan nama teman yang ditemukan dan lari ke benteng. Selanjutnya teman yang ditemukan bergantian menutup matanya dan mencari temannya karena sebelumnya dia telah kalah.
Aku senang dengan permainan ini karena seperti mainan tikus dan kucing, lebih parahnya lagi adalah permainan ini sama seperti yang dilakukan Ibu dan aku. Ibu biasanya selalu mencariku jika sore hari untuk menyuruhku sekolah Madrasah, kadang jika aku ada dirumah dan tidak bermain dengan teman-teman aku selalu bersembunyi dikolong ranjang, di dalam lemari, dan parahnya di kandang ayam agar ibuku tidak mudah menemukanku dan aku terbebas dari masuk sekolah Madrasah. Kandang ayam adalah tempat persembunyian teraman untukku karena ibu tidak menemukanku sampai adzan Maghrib menjelang. Di kandang ayam aku bisa bermain bersama ayam-ayamku.
Sumber gambar (http://health.detik.com)
Tapi setelah itu, Ibu bakalan mengomeliku lagi, lagi, dan lagi. Aku memang salah, jadi tak ada salahnya Ibuku mengomeliku. Ibuku sayang aku, walaupun sempat bermain petak umpet dengan Ibu setiap hari tapi aku tau bahwa Ibu ingin membekaliku dengan ilmu. Terima kasih Ibu…sampai sekarang permainan petak umpet selalu menjadi permainan masa kecil yang sangat indah. Entah apa aku bisa bermain petak umpet juga dengan anakku nantinya seperti apa yang telah ibu dan aku lakukan sewaktu aku masih kecil dulu.
No comments:
Post a Comment
Yuk berkomentar :)