Dalam live YouTube yang disiarkan oleh Berita KBR mengenai materi "Akses Kesehatan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas termasuk Orang dengan Kusta", Ines Nirmala selaku host KBR mengajak para pendengar dan juga penonton untuk menyimak materi pagi yang penuh informasi ini.
Menurut data Bappenas 2018 sekitar 21,8 juta atau 8,26 persen penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas. Di berbagai daerah, pasien kusta, penyandang disabilitas karena kusta maupun orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) sebagai bagian dari kelompok ragam disabilitas, seringkali masih menghadapi kesulitan dan tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang layak. Padahal, sama seperti warga negara lainnya, penyandang disabilitas dijamin pemenuhan haknya oleh undang-undang. Salah satunya di sektor kesehatan dimana pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang disabilitas untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk itu, penyelenggaraan program layanan kesehatan inklusif perlu diupayakan agar penyandang disabilitas termasuk pasien kusta memiliki derajat kesehatan yang optimal sehingga mampu menunjang produktifitas dan partisipasi mereka dalam bermasyarakat dan pembangunan.
Pak Suwata dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang selaku narasumber kali ini memaparkan gambaran populasi orang dengan kusta termasuk disabilitas dan kondisi kehidupan mereka di wilayah Kabupaten Subang.
Terkait dengan penyakit kusta dan disabilitas serta gambaran orang yang pernah terkena penyakit kusta di daerah Subang, yaitu penyakit kusta sendiri adalah salah satu penyakit yang menular dan masih menimbulkan masalah yang sangat kompleks dan menimbulkan disabilitas ganda. Yaitu dimana dengan orang yang memiliki penyakit kusta bisa menimbulkan disabilitas secara sensorik ataupun motorik. Dalam kondisi seperti ini, orang yang terkena kusta harus berhadapan dengan stigma yang ada di masyarakat.
Di Kabupaten Subang sendiri penyakit kusta masih menjadi permasalahan kesehatan di masyarakat karena penyakit ini memang dapat menimbulkan dampak sosial yang ekonomi terhadap cacat yang ditimbulkannya. Keadaan ini bisa terjadi karena pengetahuan masyarakat yang kurang tentang kusta, pemahaman dan kepercayaan yang keliru tentang kusta atau mungkin juga karena kesiapan petugas kesehatan dalam kegiatan dan teknisi ini terkait penyakit kusta. Ini bisa kita tandai dengan masih tingginya angka prevalensi atau angka cacat di Kabupaten Subang.
Sebagai contoh 3 tahun terakhir cacat tingkat 2 di kabupaten Subang di tahun 2018 prevalensi, angka cacatnya adalah 7 kasus atau 5% dari kasus yang ditemukan. Tahun 2019 ada 9 kasus dari keseluruhan kasus yang ditemukan atau 7,9%. Di tahun 2020 ada 12 kasus atau 11% dari seluruh kasus yang ditemukan. Artinya secara kumulatif disabilitas yang disebabkan oleh penyakit kusta di Kabupaten Subang dalam 3 tahun terakhir sebanyak 28 orang. Kalau angka disabilitas secara keseluruhan di Kabupaten Subang, menurut data Dinas Sosial tahun 2019 sebanyak 11.872 dari seluruh kasus disabilitas yang ada di Kabupaten Subang.
Dilanjutkan oleh penjelasan Mas Ardiansyah mengenai keadaan orang yang terkena penyakit kusta di Bulukumba Sulawesi Selatan. Menurut mas Ardi selaku aktivis kusta, gambaran umum penyakit kusta di Bulukumba ini hampir sama di setiap daerah, yaitu stigma dan diskriminasi yang sangat tinggi sehingga ini menimbulkan penemuan kasus yang terlambat sehingga penyakit kusta terus meningkat dalam 2 tahun belakangan di Bulukumba Sulawesi Selatan. Dengan adanya PerMata di kabupaten Bulukumba ini memberikan peran bagaimana pemahaman masyarakat tentang penyakit kusta ini mulai diterima terutama yang didaerah perkotaan karena adanya perbedaan masyarakat yang ada di perkotaan dan pedesaan terkait dengan pemahaman mereka tentang penyakit kusta dan terkait dengan stigma kusta.
Orang yang pernah mengalami kusta atau yang sedang mengalami kusta kebanyakan dari mereka masih belum bisa mengakses pelayanan di rumah sakit umum. Apalagi kalau malam mereka dirujuk diluar kabupaten Bulukumba ini. Kebanyakan mereka masih mendapatkan pelayanan itu dari puskesmas, misalnya mereka mengalami reaksi akibat kusta disini adalah permasalahannya. Terkadang puskesmas petugasnya belum memberikan pelayanan yang maksimal untuk pasien kusta mestinya hal seperti ini dirujuk ke RS untuk penyakit kusta ini.
PerMaTa sebagai organisasi yang mendorong akses layanan kesehatan yang inklusif bagi penyandang disabilitas termasuk orang dengan Kusta melakukan pendampingan bagi penderita kusta dalam memperoleh pelayanan kesehatan juga melakukan pendekatan agar bisa diterima oleh masyarakat. Selain itu Permata juga membantu orang yang mengalami penyakit kusta agar bisa kembali percaya diri.
Pastinya pemerintah setempat sudah berupaya untuk melakukan meningkatkan layanan kesehatan inklusif bagi mereka yang merupakan penyandang disabilitas dan orang dengan kusta dan dan program-program kesehatan masyarakat yang telah direncanakan, namun karena alasan tertentu kadang belum terselesaikan. Peran aktivis sangat membantu sekali dalam masalah serius ini. Para masyarakat yang terkena penyakit kusta harus mendapat akses terhadap layanan kesehatan yang layak agar lebih mudah dan cepat dalam mendapatkan pelayanan yang maksimal.
Salam,
Dwi Puspita
No comments:
Post a Comment
Yuk berkomentar :)